Pages

Kamis, 31 Maret 2011

metamorfosis capung





Capung betina tidak akan kawin lagi setelah pembuahan. Namun, hal ini bukanlah masalah bagi jenis jantan Calopteryx virgo. Dengan menggunakan kait pada ekornya, capung jantan menangkap betinanya di lehernya (1). Sang betina melilitkan kakinya di sekitar ekor capung jantan. Pejantan dengan menggunakan sambungan khusus di ekornya (2), membersihkan mani yang mungkin tertinggal dari pejantan lain. Kemudian, dia memasukkan maninya ke dalam rongga kelamin sang betina. Karena peristiwa ini memakan waktu berjam-jam, mereka kadangkala terbang dalam posisi berhimpitan. Capung meninggalkan telur dewasa di kedangkalan danau atau kolam (3). Begitu kepompong menetas dari telur, kepompong tinggal di dalam air selama tiga sampai empat tahun (4).

Selama masa tersebut, kepompong juga makan di dalam air (5). Karena itu, ia diciptakan dengan tubuh yang mampu berenang cepat untuk dapat menangkap ikan dan menjepitnya dengan cukup kuat untuk mencabik-cabik mangsanya. Dengan tumbuhnya kepompong, kulit yang membungkus tubuhnya menguat. Ia melepaskan kulit tersebut dalam empat masa yang berbeda.

Ketika sampai pada perubahan terakhir, ia meninggalkan air dan mulai mendaki tumbuhan tinggi atau batu (6). Ia mendaki hingga kakinya terpancang kokoh. Kemudian, ia melindungi dirinya sendiri dengan bantuan penjepit di ujung kaki-kakinya. Sekali terpeleset dan terjatuh berarti kematian pada saat itu.
Tahap terakhir berbeda dengan empat tahap sebelumnya, inilah masa ketika Allah membentuk capung menjadi makhluk yang dapat terbang melalui peralihan yang mengagumkan.
Punggung kepompong pertama-tama terbelah (7). Belahan itu melebar dan menjadi celah terbuka, tempat makhluk baru yang sangat berbeda dari bentuk sebelumnya, berjuang untuk keluar. Tubuh yang sangat rentan ini dilindungi dengan ikatan yang ditarik dari makhluk sebelumnya (8) Ikatan ini diciptakan mempunyai kebeningan dan kelenturan yang sempurna. Jika tidak demikian ikatan akan putus dan tidak bisa dibawa, yang bisa berarti bahwa ulat tersebut dapat terjatuh ke dalam air dan mati.
Di samping itu, terdapat serangkaian cara khusus yang membantu capung memecahkan kulit kepompongnya. Tubuh capung menyusut dan mengeriput di dalam tubuh lamanya. Untuk “membuka” kepompong tersebut, suatu sistem pompa dan cairan tubuh khusus diciptakan untuk digunakan pada proses ini. Bagian tubuh yang mengeriput ini menggembung dengan memompakan cairan tubuhnya setelah berhasil keluar dari celah kepompong (9).

Sementara itu, larutan-larutan kimiawi mulai memutus ikatan antara kaki baru dengan kaki lama tanpa merusaknya. Proses ini sangat sempurna meskipun akan menimbulkan kerusakan seandainya satu kaki terjebak. Kaki-kaki tersebut dibiarkan mengering dan mengeras selama sekitar dua puluh menit sebelum digunakan.


Sayap-sayapnya sudah terbentuk sempurna namun masih dalam keadaan terlipat. Cairan tubuh dipompakan dengan pengerutan tubuh yang kuat ke dalam jaringan sayap (10). Sayap tersebut mengering setelah meregang (11).



Setelah capung meninggalkan tubuh lamanya dan mengering dengan sempurna, capung mencoba seluruh kaki dan sayapnya. Kaki-kaki dilipat dan diregangkan satu demi satu dan sayapnya dinaik-turunkan.

Akhirnya, serangga ini mencapai bentuk yang dirancang untuk terbang. Sangatlah sulit bagi siapa pun untuk mempercayai bahwa makhluk yang terbang sempurna ini sama dengan makhluk yang menyerupai ulat yang meninggalkan air (12). Capung memompakan kelebihan cairan keluar, untuk menyeimbangkan sistemnya. Metamorfosis selesai dan sang capung siap mengudara.
Kita menyaksikan kemustahilan pernyataan teori evolusi kembali ketika kita mencoba dengan menggunakan akal untuk menemukan asal mula peralihan yang menakjubkan ini. Teori evolusi menyatakan bahwa semua makhluk muncul melalui perubahan acak. Padahal, metamorfosis capung merupakan suatu proses yang sangat rumit dan tidak memberi celah bahkan untuk satu kesalahan kecil pun pada tiap-tiap tahap yang dilaluinya. Rintangan terkecil dalam setiap tahap ini akan mengakibatkan metamorfosis tidak sempurna yang mengakibatkan luka atau kematian capung. Metamorfosis benar-benar merupakan daur hidup dengan “kerumitan yang tak tersederhanakan” sehingga menjadi bukti perancangan yang nyata.

Pendeknya, metamorfosis capung merupakan satu dari sekian banyak bukti nyata mengenai betapa sempurnanya Allah menciptakan makhluk hidup. Seni mengagumkan dari Allah terwujud dengan sendirinya bahkan dalam seekor serangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

hei udah baca dikomentarin dong ::::::::

makin banyak komentar, makin banyak update :::::

Powered By Blogger